[Bahasa Indonesia] Mulai Sidang Pidana terhadap TEPCO

Pada tanggal 30 Juni ini, persidangan pidana terhadap TEPCO tentang kematian 44 orang oleh kecelakaan PLTN Fukushima Dai-ichi pada Maret 2011 mulai di Pengadilan Daerah Tokyo.

Selama enam tahun ini, sudah ada beberapa persidangan perdata terkait kecelakaan PLTN tersebut. Namun, ini adalah persidangan pidana pertama untuk memperjelaskan pertanggungjawaban pengurus TEPCO tentang kecelakaan PLTN tersebut.

Sekitar 10 ribu orang menuntut pengurus TEPCO sebagai tersangka yang mengakibatkan kematian warga dikaitkan kecelakaan PLTN terhadap Kejaksaan Daerah Tokyo. Kejaksaan Daerah Tokyo memutuskan tidak menerima tuntutannya pada September 2013. Namun, Komite Pertimbangan Kejaksaan oleh masyarakat sipil memutuskan harus menuntut pengurus TEPCO.

Lalu, Kejaksaan Daerah Tokyo menolak lagi pada Juli 2014. Komite Pertimbangan Kejaksaan ini bersikeras menetang keputusan Kejaksaan Daerah Tokyo, dan akhirnya Komite mendakwakan secara paksa pengurus TEPCO ke Pengadilan Daerah Tokyo. Inilah persidangan pidana kali ini. 

Dalam sidang ini, fokusnya adalah apakah pengurus TEPCO harus bertanggung jawab terhadap kecelakaan PLTN dan kematian 44 orang terkait pengungsian dan penyakit dikarenakan kecelakaannya. Ini tergantung apakah pihak TEPCO sudah menduga ancaman tingginya tsunami tapi tidak melakukan langka-langkah yang dibutuhkan sebelum tanggal 11 Maret 2011.

Mengapa tsunami? Karena tsunami tersebutlah yang mematikan listrik untuk PLTN dan mengakibatkan pencairan inti dan kecelakaannya. Unit pembangkit listrik untuk PLTN Fukushima Dai-ichi diletak di tempat yang rendah dan dekat laut.

Menurut dokumen yang disampaikan oleh pihak penuntut, TEPCO sudah membahas dan mengetahui ancaman tsunami yang max 15,7 meter tingginya pada tahun 2008. Maka TEPCO sudah merencanakan membuat seawalls dan rencana ini disampaikan kepada pengurus TEPCO. Dengan demikian, pihak penuntut percaya pengurus TEPCO sudah mengetahuinya tapi tidak melakukan langkah-langkah apa pun yang dibutuhkan.

Sedangkan, pihak pengurus TEPCO mengkui ada laporan tersebut tetapi itu dianggap salah satu masukan saja karena masih ada tanggapan lain yang minta kepastian dan bukti hasil perhitungan 15,7 meter tsunami tersebut.

Setelah kecelakaan PLTN ini, 44 orang meninggal dunia pada waktu pengungsian paksa ke tempat jauh, terutama pasien tua yang sedang harus dirawat lama di Rumah Sakit yang berlokasi dekat PLTN Fukushima Dai-ichi.

Sampai sejauh ini, sudah enam tahun, tetapi, siapa yang harus bertanggung jawab kecelakaan PLTN Fukushima Dai-ichi pada Maret 2011 ternyata belum jelas. TEPCO merasa hanya pelaksana yang ikut kebijaksanaan Pemerintah yang mendorong PLTN. Sedangkan, Pemerintah menganggap TEPCO yang salah.

Namun, karena harus mengutamakan penyediaan listrik yang aman dan stabil, Pemerintah selalu melindungi TEPCO tanpa meminta pertanggungjawaban TEPCO selama ini. Malah, Pemerintah ingin mengoperasikan PLTN kembali secara bertahap karena Jepang ingin ekspor PLTN ke luar negeri dan untuk itu harus ada PLTN yang beroperasi di Jepang.

Jumlah dokumen yang harus diselidiki di dalam sidang pidana kali ini ada 4.000 lebih. Belum tahu kapan persidangan ini akan selesai. Jalannya masih panjang. Apakah pengurus TEPCO yang harus mengakui pertanggungjawabannya atau tidak? Kita harus menyaksikan terus.

Di halaman wilayah kantor saya, ada bunga hydrangea yang indah. Fukushima juga sudah musim hujan "Tsuyu".


Comments

Popular Posts